Jumat, 10 Agustus 2012
Aspek Perkembangan Perilaku Dan Pribadi
Bagikan di Google+
A. Perkembangan Perilaku Sosial
Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Namun untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain.
1) Proses sosialisasi dan perkembangan sosial
Secepat individu menyadari bahwa diluar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogyanya ia perbuat seperti yang diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut sosialisasi.
Sosialisasi itu merupakan suatu proses dimana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku didalam lingkungan sosio-kulturalnya.
Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan yang berkesinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial yang dewasa.
PS Adalah urutan perubahan yang berkesinambungan dalam urutan perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial yang dewasa. Charlotte Buhler mengidentifikasikan perkembangan sosial ini dalam term kesadaran hubungan aku- engkau atau hubungan subjektif-objektif. Proses perkembangannya berlangsung secara berirama.
(a) Masa kanak-kanak awal (0,0-3,0) : subjektif
(b) Masa krisis I (3,0-4,0) : trotz alter (anak-degil)
(c) Masa kanak-kanak akhir (4,0-6,0) : subjektif menuju objektif
(d) Masa anak sekolah (6,0-12,0) : objektif
(e) Masa krisis II (12-13) : pre-puber (anak tanggung)
(f) Masa remaja awal (13,0-16,0) : subjektif menuju objektif
(g) Masa remaja akhir (16,0-18,0) : objektif
2) Kecenderungan Pola Orientasi Sosial
Branson mengidentifikasi berdasrkan hasil studi longitudinalnya terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada tiga pola kecenderungan sosial pada anak, ialah (1) withdrawal-expansive, (2) reactivity-placidity dan (3) passivity-dominance.
B. Perkembangan Moralitas
Secara individu menyadari bahwa ia merupakan bagian anggota dari kelompoknya, secepat itu pula pada umumnya inividu menyadari bahwa terdapat aturan-aturan perilaku yang boleh, harus atau terlarang melakukannya.
Proses penyadaran tersebut berangsur tumbuh melalui interaksi dengan lingkungannya dimana ia mungkin merasakan akibat-akibat tertentu yang mungkin pula mengecewakan dari perbuatan-perbuatan yang dilakukannya.
1) Tingkat dan Tahapan Perkembangan Moralitas
Lawrence Kohlberg berdasarkan hasil studinya menyatakan bahwa perkembangan moralitas pada anak-anak itu pada dasarnya dapat dilukiskan tingkatan, tahapan, dan ciri-ciri perkembangannya.
2) Perkembangan Intelektual dan Moralitas
Conger menyatakan terdapat hubungan yang sangat erat antara perkembangan kesadaran moralitas dengan perkembangan Intelektual.
C. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Brightman menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas keberadaan (the excistence of great power) melainkan juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang eternal (abadi) yang mengatur tata hidup manusia dan alam semesta raya ini. Karenanya, manusia mematuhi aturan itu dengan penuh kesadaran, ikhlas disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual (kebaktian) baik secara individual maupun kolektif, baik secara simbolik maupun dalam bentuk nyata dalam hidup sehari-hari.
1) Tahapan Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Para ahli umumnya berpendapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakterisktik yang berbeda. Tahapan-tahapan itu ialah sebagai berikut:
(a) Pertama. Masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun) yang ditandai, antara lain oleh:
(1) Sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya;
(2) Penghayatan secara rohaniah masih superficial;
(3) Hal ke Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (manurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf kemampuan kognitifnya yang masih bersifat egocentric ( memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
(b) Kedua. Masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun), yang ditandai, antara lain, oleh:
(1) Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian;
(2) Pandangan dan paham ke Tuhan-an diterangkan secara rasional;
(3) Penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
(c) Ketiga. Masa remaja (12-18 tahun) yang dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan, ialah:
(1) Masa remaja awal, yang ditandai antara lain, oleh:
(a) Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hypocrit (pura-pura).
(b) Pandangan dalam hal ke Tuhan-annya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain;
(c) Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik.
(2) Masa remaja akhir, yang ditandai, antara lain,oleh:
(a) Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual;
(b) Pandangan dalam hal ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya;
(c) Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi. Ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik (saleh) dari yang tidak.
2) Proses Pertumbuhan Penghayatan Keagamaan
Peranan lingkungan keluarga sangat penting dalam pembinaan penghayatan keagamaan ini.
D. Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan Kepribadian
a. Perkembangan fungsi-fungsi Konatif dan Hubungannya dengan Pembentukan Kepribadian
Fungsi Konatif atau motivasi itu merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang bersumber terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic needs).
Didalam kenyataan yang berkembang itu bukanlah jenis motif atau kebutuhan, melainkan beberapa sifatnya, misalnya objek dan caranya, intensitasnya, dan sebagainya.
1) Contoh Perkembangan Perilaku dan Objek Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Freud memberikan contoh yang khas tentang tahap-tahap; perkembangan perilaku dan objek pemenuhan kebutuhan dasar psychosexual (yang erat hubungannya dengan teoti kepribadian yang di kembangkannya)secara hipotesis.
2) Hierarki Kebutuhan dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan Kepribadian menurut Maslow
Abraham H. Maslow mengidentifikasi lima kebutuhan dasar manusia : (1) Physiological, (2) Safety (security), (3) Social (Affiliation), (4) Esteem (Recognition), (5) Self (Actualization). Berdasarkan intensitas kekuatannya (its strength) yang hierarkinya dapat berubah-ubah dalam kecenderungan tersebut.
3) Kebutuhan Sebagai Tugas Perkembangan menurut Havinghurst
Tugas-tugas perkembangan (developmental tasks) itu tersusun sebagai berikut:
(a) Masa Bayi dan masa kanak-kanak Awal
(b) Masa Kanak-kanak Akhir dan Anak Sekolah
(c) Masa Remaja
(d) Masa Dewasa Awal
b. Perkembangan Emosional dan Perilaku Afektif
Emosi dapat di definisikan sebagai suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah terjadinya perilaku.
Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu rancangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi bila mengalami emosi (the organisme variable), dan pola sambutan ekspresi atas terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable).
1) Perkembangan Dimensi-Dimensi Emosional
Dua dimensi emosional yang sangat penting diketahui para pendidik, terutama para guru, ialah (1) senang tidak senang (pleasant-unpleasant) atau suka tidak suka (like-dislike), dan (2) intesitas dalam term kuat-lemah (strength-weakness) atau halus-kasarnya atau dalam-dangkalnya emosi tersebut.
2) Pengaruh Emosional terhadap Kecenderungan Pembentukan Afektif dan Kepribadian
Berdasarkan studi atas arah kecendurangan perilaku afektif yang dominan terhadap jenis-jenis objek tertentu. Edward Spranger mengidentifikasi enam jenis kecenderungan manusia, yang akan berkembang menjadi karakteristik kepribadiannya, ialah tipe-tipe manusia:1)Teoritis 2)Ekonomis 3)Estetis 4)Sosial 5)Politis 6)Religious
c. Perkembangan Kepribadian
Menurut Erikson, identitas pribadi seseorang itu tumbuh dan terbentuk melalui perkembangan proses krisis psikososial yang berlangsung dari fase ke fase. Kalau individu yang bersangkutan mampu mengatasi krisis demi krisis ia akan muncul dengan suatu kepribadian yang sehat. Sebaliknya, kalau ia tidak mampu mengatasi krisis-krisis psikososial tersebut, maka ia akan larut (deffuse) ditelan arus kehidupan masyarakatnya yang terus berkembang (ever changing society).
PERILAKU DAN PRIBADI REMAJA SERTA PERMASALAHANNYA
1. PENGERTIAN dan MAKNA MASA REMAJA
a. Batas Masa Remaja
Harold Alberty menyatakan bahwa periode masa remaja itu kiranya dapat didefinisikan secara umum sebagai suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanaknya sampai datangnya awal masa dewasanya. Secara tentatif pula para ahli umumnya sependapat bahwa rentangan masa remaja itu berlangsung dari sekedar 11-13 tahun sampai 18-20 tahun menurut umur kalender kelahiran seseorang.
Dalam rentangan periode yang cukup panjang (6-7 tahun) itu tenyata terdapat beberapa indikator yang menunjukkan perbedaan yang berarti (meskipun bersifat gradual, baik secara kuantitatif maupun kualitatif) dalam karakteristik dari beberapa aspek perilaku dan pribadi pada tahun-tahun permulaan dan tahun-tahun terakhir para remaja itu. Oleh karena itu, para ahli juga cenderung mengadakan pembagian lagi ke dalam masa remaja awal (early adolescent, puberty) dan remaja akhir (late adolescent, adolescent) yang mempunyai rentangan waktu antara 11-13 sampai 14-15 tahun dan 14-16 sampai 18-20 tahun.
Terdapat pula variasi mengenai irama dan tempo perkembangan itu ( mereka yang tinggal didaerah yang banyak menerima sinar matahari lebih cepat matang dibandingkan di daerah lainnya) juga yang tinggal di daerah pedesaan dapat dipandang lebih cepat “dewasa” dibandingkan mereka yang tinggal di perkotaan
b. Makna Masa Remaja
Fenomena perubahan-perubahan psikofisik yang menonjol terjadi dalam masa remaja, baik dibandingkan masa-masa sebelumnya maupun sesudahnya, mengundang banyak tafsiran. Sifat tafsiran itu sangat bergantung pada dasar pandangan (assumption) dan konsep atau kerangka dasar teoretis (conceptual frame work) serta norma yang digunakan (frame of references). Seperti tampak pada contoh-contoh berikut ini.
(1) Freud (yang teori kepribadiannya berorientasikan kepada seksual libido; dorongan seksual), menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidep seksual yang mempunyai bentuk yang definitif karena perpaduan (unifikasi) hidup seksual yang banyak bentuknya (polymorph) dan infantile (sifat kekanak-kanakan).
(2) Carlotte Buhler (yang membandingkan proses pendewasaan pada hewan dan manusia), menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.
(3) Spranger (yang teori kepribadiannya berorientasikan kepada sikap individu terhadap nilai-nilai), menafsirkan masa remaja itu sebagai suatu masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental ialah kesadaran akan aku, berangsur-angsur menjadi jelasnya tujuan hidup, pertumbuhan ke arah dan ke dalam berbagai lapangan hidu.
(4) Hoffman (berorientasikan kepada teori Resonansi Psikis) menafsirkan bahwa masa remaja itu merupakan suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
(5) Conger (yang menekankan pada pendekatan interdisipliner kini) sejalan dengan pendapat Erikson (yang teori kepribadiannya berorientasi kepada psychological crisis development), menafsirkan masa remaja itu sebagai suatu masa yang amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best of time and the worst of time.
2. Beberapa Permasalahan yang Timbul Pada Masa Remaja
Lajunya proses perkembangan perilaku dan pribadi itu dipengaruhi oleh tiga faktor dominan ialah faktor bawaan (heredity), kematangan (maturation), dan lingkungan (environment) termasuk belajar dan latihan (training and learning). Ketiga faktor dominan utama itu senantiasa bervariasi yang mungkin dapat menguntungkan atau menghambat atau membatasi lajunya proses perkembangan tersebut.
Liku-liku perkembangan yang ektsrem merupakan masalah yang tidak mudah diatasi, baik oleh individu yang bersangkutan maupun oleh masyarakat secara keseluruhan. Beberapa diantaranya ialah berikut ini.
a. Masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan fisik dan psikomotorik, misalnya:
(1) Adanya variasi yang mencolok dalam tempo dan irama serta kepesatan laju perkembangan fisik antarindividual atau kelompok (wanita lebih cepat sekitar1-2 tahun dari pria) dapat menimbulkan kecanggungan-kecanggungan bergaul satu sama lain.
(2) Perkembangan ukuran-ukuran tinggi dan berat badan yang kurang proporsional, juga dapat membawa ekses psikologis tertentu, umpamanya munculnya nama-nama cemoohan (nickname). Yang lebih jauh lagi dapat membawa kearah self-rejection karena body-image-nya tidak sesuai dengan self-picture yang diharapkan.
(3) Perubahan suara dan peristiwa menstruasi dapat juga menimbulkan gejala-gejala emosional tertentu seperti perasaan malu.
(4) Matangnya organ reproduksi, membutuhkan pemuasan biologis, kalau tidak terbimbing oleh norma-norma tertentu dapat mendorong remaja melakukan masturbasi, homosexual, atau mencoba heterosexual yang mungkin berakibat lebih jauh lagi berkembang penyakit kelamin, disamping merupakan pelanggaran atas norma kesusilaan.
b. Masalah-masalah yang timbul bertalian dengan perkembangan bahasa dan perilaku kognitif.
1) Bagi individu-individu tetentu, mempelajari bahasa asing bukanlah merupakan hal yang menyenangkan.
Kelemahan-kelemahan dalam fonetik misalnya, juga dapat merupakan bahan cemoohan, yang bukan mustahil berakibat sikap negatif terhadap pelajaran dan guru bahasa asing yang berangkutan, benci pelajarannya dan juga terhadap gurunya.
2) Inteligensi juga merupakan kapasitas dasar belajar, bagi yang dianugerahi IQ yang tinggi (superior) atau dibawah rata-rata (slow learners), kalau kurang bimbingan yang memadai akan membawa ekses psikologis (underachiever-prestasinya di bawah kapasitasnya karena malas atau nakal; inferiority conplex-rasa rendah diri karena tidak pernah mastery atau mencapai hasil yang diharapkan dalm belajarnya).
3) Kadang-kadang terjadi ketidakselarasan, antara keinginan atau minat seseorang dengan bakat khusus (aptittudes)-nya. Banyak kegagalan studi mungkin bersumber pada pilihan yang kurang tepat ini.
c. Masalah yang timbul bertalian dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan keagamaan.
1) Keterikatan hidup dalam gang (peers group) yang tidak terbimbing mudah menimbulkan juvenile deliquency (kenakalan remaja) yang berbentuk pekelahian antar kelompok, pencurian, perampokan, prostitusi dan bentuk-bentuk perilaku antisosial lainnya.
2) Konflik dengan orangtua, yang mungkin berakibat tidak senang dirumah, bahkan minggat (melarikan diri dari rumah).
3) Melakukan perbuatan-perbuatan yang justru bertentangan dengan norma masyarakat atau agamanya.
d. Masalah yang timbul bertalian dengan perkembangan perilaku afektif, konatif, dan kepribadian.
1) Mudah sekali digerakkan untuk melakukan gerakan atau kegiatan destruktif yang spontan untuk melampiaskan ketegangan instutif emosionalnya mekipun ia tidak mengetahui maksud yang sebenarnya dari tindakan-tindakannya itu.
2) Ketidakmampuan menegakkan kata hatinya membawa akibat sukar terintegrasikan dan sintesis fungsi-fungsi psikofisiknya, yang berlanjut akan sukar pula menemukan identitas pribadinya. Ia akan hidup dalam suasana adolescentisme (remaja yang berkepanjangan) meskipun usianya sudah menginjak dewasa.
3. Implikasinya bagi Pendidikan
Pendekatan dan pemecahannya dari pendidikan merupakan salah satu jalan yang paling strategis, karena bagi sebagian besar remaja bersekolah dengan para pendidik, khususnya para guru, mereka itu paling banyak mempunyai kesempatan berkomunikasi dan bergaul.
Diantara usaha-usaha pembinaan, sekurang-sekurangya untuk mengurangi kemungkinan tumbuhnya permasalahan seperti tersebut diatas, dalam rangka kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan para pendidik umumnya dan para guru khususnya, ialah:
(a) Untuk memahami dan mengurangi permasalahan yang bertalian dengan perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik, antara lain:
(1) Seyogjanya dalam program dan kegiatan pendidik tertentu, diadakan program dan perlakuan layanan khusus bagi siswa remaja pria dan siswa remaja wanita yang diberikan pula oleh para guru yang dapat menyelenggarakan penjelasannya dengan penuh dignity;
(2) Disamping melalui bentuk-bentuk pendidikan secara formal tersebut, kiranya dapat pula diadakan diskusi atau panel atau ceramah tamu tentang pendidikan jenis (sex education), bahaya-bahaya dari perilaku menyimpang dalam pemuasan kehidupan seksual terhadap kesehatan serta perkembangan jasmani dan rohani yang sehat;
(3) role playing, akan sangat tepat untuk mengurangi ekses sosial dari perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik,yang sebenarnya merupakan hal yang wajar (natural) terjadi dan tidak perlu merupakan keanehan yang harus ditabukan secara berlebihan.
(b) Untuk memahami dan mengurangi kemungkinan timbulnya permasalahan yang bertalian dengan perkembangan bahasa dan perilaku kognitif, antara lain:
(1) Kepada guru bidang studi tertentu, tampaknya dituntut pemahaman yang mendalam dan perlakuan layanan pendidikan dan bimbingan yang bijaksana sehingga siswa-siswa remaja yang biasanya mengalami kesulitan dan kelemahan tertentu dalam bidang-bidang studi yang sensitif tersebut tidak menjurus kepada situasi-situasi frustasi yang mengandung lahirnya reaksi-reaksi mekanisme pertahanan diri atau defence mechanism atau sikap-sikap dan tindakan-tindakan yang negatif destruktif, baik terhadap bidang studinya maupun gurunya;
(2) Penggunaan strategi belajar-mengajar yang tepat (individu alize atau small group based instruction) untuk membantu siswa-siswa yang cepat dan yang lambat dengan menggunakan sistem pengajaran modul;
(3) Penjurusan atau pemilihan dan penentuan program studi seyogjanya memperthitungkan segala aspek selengkap mungkin dengan data atau informasi secermat mungkin yang menyangkut kemampuan dasar intelektual (IQ), bakat khusus, disamping aspirasi atau keinginan orangtuanya dan siswa yang bersangkutan.
(c) Untuk memahami dan mengurangi kemungkinan timbulnya permasalahan yang timbul bertalian dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan kesadaran hidup atau penghayatan keagamaan, antara lain:
(1) Diusahakan terciptanya suasana dan tersedianya fasilitas yang memungkinkan terbentuknya fasilitas kumpulan remaja yang mempunyai tujuan-tujuan dan program-program kegiatan yang positif konstruktif berdasarkan minat;
(2) Diaktifkannya hubungan rumah dengan sekolah (parent teacher association) untuk saling mendekatkan dan menyelaraskan sistem nilai yang dikembangkan dan cara pendekatan terhadap siswa remaja serta sikap dan tindakan perlakuan layanan yang diberikan dalam pembinaannya;
(3) Pertemuan dan kerjasama antar kelembagaan yang mempunyai tugas dan kepentingan yang bersangkutan dengan kehidupan remaja secara rasional, tampaknya akan sangat bermanfaat dalam rangka pembinaan minat, karier, dan aktivitas lainnya.
(d) Untuk memahami dan mengurangi permasalahan yang timbul bertalian dengan perkembangan fungsi-fungsi konatif, afektif, dan kepribadian, antara lain:
(1) Sudah barang tentu jalan yang paling strategis untuk ini ialah apabila para pendidik terutama para orang tua dan guru dapat menampilkan pribadi-pribadinya yang dapat merupakan objek identifikasi sebagai pribadi idola para remajanya:
(2) Pemberian tugas-tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar menimbang, memilih dan mengambil keputusan/tindakan yang tepat akan sangat menunjang bagi pembinaan kepribadiannya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar