Jumat, 15 Juli 2011
Mari Mencumbui Hidup
Bagikan di Google+
Mungkin terlalu muluk bila beranggapan hidup itu kumpulan graffiti rasa. Tapi sepertinya memang demikian, datang silih berganti dengan takaran yang sering kali tidak tertebak. Kadang dipenuhi semangat yang meletup-letup, tawa yang tak terbendung, diselingi tangis berlabel haru atau sedih, ada cerita cinta, angan, sebakul obsesi, terselip sepiring pesimis, suka, duka, berbagi… Yah.. hidup benar-benar graffiti rasa yang begitu kompleks. Bahasannya selalu memunculkan sisi melankolis manusia.
Saya berpikir, hidup akan indah ketika engkau dengan ikhlas bermain dengannya. Mengenal sekeliling dan menggeser pemikiran tentang toleransi yang bagi sebagian kita, antara ada dan tiada. “Hidup itu layaknya sekolah kehidupan”. Setiap dari kita akan diuji apakah layak dengan tingkatan hidup selanjutnya, apakah layak mendapat impian, kebahagian dan lainnya. Begitu kata orang kebanyakan. Yang cukup hebat akan mencari dan menemukan cahayanya masing-masing. Sesuatu yang membuatmu lebih bergairah dan hidup bersama adrenalin yang meletup-letup. Dengannya seratoninmu tidak bakal jeblok, semangat akan mengekor di ujung kakimu setiap saat.
Banyak yang saya tanya, kawan. Bahkan ketika mencemooh pertanyaan saya. Dan yah, banyak yang saya dapat, pun sekedar opini bebas, sebaris atau dua baris kalimat yang terselip di koran atau buku. Niatnya hanya agar bisa berbagi denganmu, pun dengan takaran alakadarnya. Dan kau tahu, formula ajaib yang saya temukan adalah “Hiduplah dengan ikhlas, yah.. ikhlas yang sejatinya tidak mengenal tapi”. Dan sempurna, saya seolah bereinkarnasi menjadi saya yang baru setelahnya (dengan nilai yang lebih positif tentunya). Bahwa hidup memposisikan manusia dengan kotak bersekat yang jelas. Mereka yang memandang bijak, atau yang menganggap hidup sebagai oposisi yang selalu menantang, pun mereka yang bingung antar keduanya. Mereka yang memandang bijak akan berkata “Hidup ikhlas itu formulanya hati”. Seperti kata adenita, 9 matahari, “Biarkan hati menjadi seluas lautan”. Analoginya “Ibarat setitik tinta yang diteteskan pada segelas air, dengan segera air akan menghitam. Berbeda ketika tetetsan tinta itu menjumpai lautan luas. Tinta itu tidak akan berarti apa-apa”. Seperti itu harusnya kita ketika hati mengenal ikhlas. Tidak jatuh terpuruk ketika berpapasan dengan ujian. Hebat bukan??
Pencarian ini makin jauh, kawan. Saya sadari bahwa ikhlas = menolkan pesimistis sekaligus meng-genjot cadangan semangat yang kau punya hingga level maksimumnya. Saya tidak ingin berpanjang lebar lebih lama lagi, katamu nanti saya sok pintar. Saran saya, seperti kata Adenita, “Hiduplah dengan menjadi pusaran energi positif bagi orang lain”, scan setiap virus yang berpotensi pikiran negatif. Lalu kejar mataharimu. Karena ia hangat di setiap pagi dan setia menunggu pun ketika malam menyembunyikannya darimu. Sepakat??!
NB: Improvisasi dari buku "9 matahari", Adenita
(Beberapa kutipan disadur dari buku yang sama dan maaf dibuat dengan terburu-baru. Maklum postingan pertama di WeBloof, semangatnya bergalon-galon. )
visit me on>http://bumiaccilong.blogspot.com/
(interupsi admin, di Webloof masih boleh iklan kan? Hehheheh)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar