Minggu, 03 Juli 2011
Untuk Apa Menulis?
Adalah isi lebih penting daripada gaya. Dalam menulis berpikirlah dahulu tentang “apa” lalu “bagaimana”.
Daya tarik dari sebuah blog terletak pada kontennya, tulisannya, atau isinya. Faktor lain, seperti desain dan tampilan yang indah, memang penting tetapi faktor ini hanya akan menghasilkan pujian awal saja. Selanjutnya, secara umum pengunjung blog tidak akan kembali ke blog yang sama hanya untuk melihat cantiknya desain atau tampilannya saja. Dengan demikian, konsistensi dalam menulis lebih berpengaruh besar dalam meng-exist-kan sebuah blog.
Semua orang juga tahu, kita belajar proses menulis itu dimulai sejak pertama kali kita sekolah. Atau bahkan sebelum itu. Tapi tidak sekadar proses, yang paling kita butuhkan justru adalah hasil menulis itu sendiri. Hasil berupa makalah yang bernilai A, tulisan di blog yang memikat banyak orang, atau puisi-puisi yang begitu sangat mendalam yang menyentuh jiwa.
Dan ya, pada faktanya, setelah kita hafal betul bagaimana proses menulis yang diajarkan guru-guru kita di sekolah, tapi masih banyak diantara kita yang merasakan bahwa menulis adalah pekerjaan yang menegangkan dan kaku. Bahkan, di toko-toko buku sudah banyak buku-buku yang ber-genre skill writting. Mungkin kamu sudah banyak yang membaca buku semacam itu. Judul-judul buku seperti: Menulis... Siapa Takut?, 24 Jam Jagoan Nulis Cerpen, Seni Menggayakan Kalimat, Quantum Writer, What’s your Story? Dan lain sebagainya sudah memenuhi rak-rak bukumu. Tapi ketegangan saat mulai menulis, kekakuan gagasan, atau ketidakpercayaan diri kok masih aja meliputi ya?
Meskipun beberapa tidak, kata Agus M. Irkham (Penulis buku BEST SELLER sejak cetakan pertama) dan kata saya pula, kebanyakan pengajaran tentang menulis atau pun buku-buku ber-genre skill writting lebih banyak menekankan aspek teknis, dengan melupakan segi motivasi. Padahal aspek keberangkatan awal, jauh lebih penting ketimbang teknik menulis. Mengapa begitu? Karena sesuai tabiat asli segi teknis – sebagaimana jenis keterampilan yang lainnya – selalu bisa dilakukan sambil jalan. Sebaliknya, tidak untuk motivasi. Motivasi menulis harus didatangkan diawal. Tentu saja, motivasi yang baik, benar dan besar akan berpengaruh terus sepanjang hayat.
Coba akrabi falsafah berkarya yang disapakan penyair Rendra: “Penulis harus secukupnya saja menyesali kegagalan atau mensyukuri kesuksesan. Ia tidak boleh terjerat oleh sukses atau kegagalan karyanya. Kegemaran berkokok atas satu sukses atau menangis pilu karena suatu kegagalan akan menyebabkan ia kerdil. Pikiran dan jiwa tidak lagi merdeka tanpa beban sehingga kemurnian jiwa sukar lagi didapatkan. Pada hakikatnya, seorang penulis harus memahami bahwa nama itu kosong dan ketenaran itu hampa, hanya jalan hidup yang nyata.”
Sepanjang hayat, motivasi itu selalu berlaku dalam jalan kehidupan. Maka, pertama-tama, tentukan motivasi besar kamu. Ingat tidak, beberapa waktu yang lalu Bunda Asriani Amir pernah juga bertanya pada kawan Bloofers tentang “Mengapa Saya (Kamu) Menulis?” Lantas, senada dengan pertanyaan tersebut, maka jawablah pertanyaan ini sesuai hatimu, “untuk apa saya menulis?” pertanyaan selanjutnya, “apa yang akan saya tulis?”
(To be continued...)
Salam Persohiblogan!
Aan Sopiyan
www.ansopiy.com
Tidak ada komentar :
Posting Komentar