Sabtu, 25 Agustus 2012
Sayang Guha Tujuh
Bagikan di Google+
Asalamualaikum kaum muslimin dan muslimat al-ahya u minkum wal-amwat, berjumpa lagi dengan saya Riazul Iqbal Pauleta dalam acara Kemana Mana Aja. Pada edisi kali ini kita akan ke Guha 7. Gua atau Guha bahasa Acehnya adalah lubang di gunung, seperti hatiku ini yang berlubang tanpa kehadiranmu. Untuk menuju gua 7 kita harus memasuki simpang Beutong. Jaraknya kira-kira 100 Km dari Banda Aceh. Itu lho pemirsa, daerah yag ada penduduknya setelah melewati gunung seulawah. Yang banyak di jual pisang itu. Ada juga petunjuk jalannya di jalan Banda Aceh-Medan. Menuju Gua, kita harus menempuh jarak 30km. melewati jalan tidak beraspal sekitar 20 km. tapi jangan khawatir pemirsa, jalan yang jelek di obati dengan pemandangan yang sangat luar biasa bagus.
Kita bisa melihat gunung Seulawah dara yang tinggi menjulang kalau kita lihat dari jalan banda Aceh-medan. Tapi melalui jalan ke Gua 7 ini, gunung tersebut terlihat rendah dan dekat. Tidak itu saja, dari atas jalan gunung berkarang ini, kita bisa melihat kota Sigli, masjid Al-Falah, Tower-tower komunikasi, sawah sawah, tambak-tambak dan orang yang kita cintai, terlukis wajahnya di awan yang biru. (Cuma bagi yang sedang jatuh cinta) Indah sekali pemirsa. Tandingannya di Banda Aceh mungkin seperti pemandangan di bukit Soeharto. Tapi ini lebih luar biasa karena kita bisa meliahat ribuan pohon kelapa berjejer di pinggir pantai nun jauh di sana. Seperti di Hawaii.
Ayo kita jalan lagi pemirsa. Haus saya! Untungnya rasa haus di puncak jalan gunung ini dapat di obati. di sepanjang jalan menuju gua ada orang yang berjualan minuman ringan (karena minuman berat susah untuk di bawa ke gunung ini). Juga makanan ringan. Saya minum dulu ya? Tidak saya sebutkan mereknya. Karena tidak menyeponsori ‘kepergian’ saya ini. Selain miring dan maring (minuman ringan dan makanan ringan) di sini juga di jual hasil alam yang melimpah di daerah ini, madu dan blackberry (boh jambei Kleng atau jemblang) Madu adalah minuman kesehatan yang ada dalam Al-qur’an dan sangat di anjurkan oleh Rasullulah yang sangat di benci wanita. Wanita lebih baik di racun daripada di Madu. (Lalu terdengar sayup-sayup Ahmad Dhani menyanyikan lagu Madu Tiga lalu setelah Ahmad dhani ada band J-rock membawakan tembang kenangan Madu dan Racun.)
Sudah hampir sampai pemirsa. Ini dia jalan masuknya, Cuma 200 meter dari jalan besar berkarang tadi. Kami sudah di panggil-panggil oleh tukang parkir menawarkan lapaknya. Tapi kami tidak peduli dan terus jalan sampai kelihatan guanya baru kami parkir di sana. Lebih dingin! Nah! Sudah sampai di mulut gua. Banyak sekali yang berjualan maring dan miring. Sehingga menjadi pintu masuk gua mengecil. Wah! Bahkan ada yang berjualan di dalam gua. Hah? Ada motor juga di dalamnya. Bagaimana ya cara motor itu masuk?
Mari kita tanyakan pada pemandu! Pemandunya banyak, anak-anak sampai bapaknya anak-anak. Senjata utama pemandu adalah senter. Itu juga cara membedakan mana pemandu mana wisatawan. Kami agak jual mahal dengan para pemandu. Kami berkeliling dulu sendiri sendiri. Pemandu anak-anak setia mengikuti. Sudah jadi kami yang memandu mereka. Tanpa pemandu kita tidak bisa turun kebawah, Ke dalam perut bumi. Hanya berputar putar di tepian gua yang disinari senter terbesar di dunia (matahari) saja. Demikian juga hidup kita. Tanpa panduan (Al-Qur’an dan Hadits) kita akan tersesat dan berputar-putar dalam kesesatan dunia. Kami terus di rayu-rayu oleh pemandu. Salah satu rayuan mautnya adalah “Reugo neujak jioh menyoe hana neutren u dalam” tapi aku lebih suka rayuan satu lagi “Peng neujok ube iklas” akhirnya kami memilih pemandu. Mengikuti lampu senternya.
Mari pemirsa. Kita lihat gua 7 lebih dalam, dulu menurut saya dengar-dengar dari orang-orang Laweung. Guha Tujoeh atau Guha Laweung ini mempunyai 7 terowongan. Salah satu terowongannya tembus ke Mekkah! Mari kita buktikan. Itulah yang menjadi pertanyaan saya pertama pada pemandu cilik tadi di atas. dia tertawa dan menjawab “Koen reutak tanyoe nyan bang” yang bisa di tafsirkan begini, ke Mekkah dari gua ini bukan orang sembarang orang. Apalagi orang utan seperti saya ini. Ya harus banyak uang dan naik pesawat lah. Tidak bisa melalui amalan para aulia Allah yang bisa ke Mekkah dengan berdoa dan memejam mata saja.
Pemandu mengiring kami menuruni tangga yang curam. Pria berbaju coklat ini mengingatkan kami supaya berhati hati karena lantai gua licin. (baru saja di pel) lalu kami di nampakkan pada sebuah batu yang dia sebut Tameh Arab. Sebuah batu panjang besar menyangga atap gua. Menyerupai pilar mesjid dan mue blet-blet (Apa bahasa Indonesianya meu blet-blet? Berbelit-belit ya? Tak tahu saya) seperti di hiasi mutiara kecil-kecil yang bersinar kalau di senter atau seperti air laut berombak disinari matahari. Lalu beberapa meter lagi sang pemandu menampakkan gerbang masuk, yang terbentuk seperti gapura, seakan-akan ada pengendali bumi yang membuatnya. Bisa jadi ini kerjaan si Toph (nonton Avatar the Last Air Bender kan?) setelah itu sesuatu yang sangat nasionalis terbentuk di gua ini. Seekor rajawali yang besar yang sudah di kutuk menjadi batu, kepala dan sayap kanannya. Sayap kirinya sudah keropos. Ini yang membuat saya sedikit terbelalak. Kenapa bisa ada garuda disini? Bagaimana burung besar ini memasuki gua yang sempit pintu masuknya ini.
Ayo kita jalan lagi pemirsa! Pernah lihat taman gantung di Babylonia? Belum kan? Berarti kita sama-sama belum pernah. Di dalam gua ini tidak ada taman gantung. Yang ada hanya batu gantung. Kata pemandu batu ini dulu benar-benar tergantung. Tapi batu ini membesar dari tahun ke tahun sehingga sekarang sudah lengket dengan gua. Lalu di nampakkan bentukan batu seperti peuratah. Kemudian pemandu menamppakkan hal yang sulit di percaya. Tulisan Bismillah di atap gua. Subhanallah! Aliran air berwarna biru beku dari huruf ba sampai huruf mim. Begitu terpana beta melihatnya. Selain itu ada bebatuan yang berbentuk seperti elang, naga, ranjang, UFO dan nasi bungkus. Sayang sang pemandu mengakhiri perjalanan kami. Katanya kalau lebih jauh lagi tak ada bebatuan berbentuk, kecewa saya pemirsa. Besok bawa senter sendiri rencana, mau keliling sendiri sampai puas. Beliau mengakhiri perjalanan ini dengan menyuruh kami mematikan semua hape dan senternya, setelah semua sumber cahaya padam beliau berkata “Beginilah nanti di dalam kubur, hanya Amal shaleh lah yang bisa menerangi kita” katanya sambil menyalakan senternya lagi. Saya sampai terdiam sejenak mengingat dosa dan niat buruk saya tak mau bayar saat nanti mau keluar.
Sayang sungguh sayang amat di sayangkan seribu sayang lagi-lagi sayang Guha Tujoeh kurang di perhatikan, jalan kemari sudah dari jaman batu belum ada tanda-tanda di aspal. Tidak ada prasarana dan sarana standar wisata juga sebuah kendala kenapa wisata ke Gua 7 hanya di nikmati masyarakat sekitar dan yang tahu-tahu saja. (jalan itu sarana apa prasarana ya?). saya pernah kesebuah gua di Padang. Di luar gua itu ada petanya. Sangat memudahkan saya menjelajah tanpa bantuan pemandu. Lalu ada lampunya lagi. Bukan seperti disini. Bagaimana ini departemen penerangan? Terangilah kami manusia gua ini. Kami kan masuk DPT juga. Ok pemirsa, sampai disini perjumpaan kita, bertemu lagi di acara Kemana Mana Aja edisi berikutnya, Saya Riazul Iqbal Pauleta. Selamat Berakhir pekan!
Arti kalimat-kalimat:
Reugo neujak jioh menyoe hana neutren u dalam = rugi anda kesini kalau tidak masuk kedalam
Peng neujok ube iklas = Uang anda kasih seiklasnya
Koen reutak tanyoe nyan bang = Bukan level kita
Peuratah = asal katanya patah, di tambah imbuhan
Penulis merupakan Ketua Majelis Tak Alim, Anggota FLP, Alumni RIAB, Sarjana TEN IAIN Ar-Raniry, Tukang beli nasi di kontraktor, tukang hitung uang celeng masjid Sigli di hari Jum’at, guru horror, Perawi Hardisk dan masih lajang. Hap hap!
sumber gambar : acehtourismagency.blogspot.com
sumber gambar : acehtourismagency.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar